MEDAN--bkkbn online: Pengetahuan remaja putri tentang kesehatan seksual dan reproduksi masih sangat rendah akibat minimnya pengetahuan maupun informasi yang diperoleh, kata Kepala Divisi Akses dan Layanan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Pusat dr Maya Trisiswati di Medan, Selasa (24/5).
Dia mengatakan, 80 persen dari 400-500 pasien berkunjung ke klinik PKBI per bulannya tidak mengetahui sama sekali tentang pengetahuan kesehatan dan reproduksi.
Sebagian besar pengunjung adalah dari kalangan remaja. Dari jumlah remaja yang datang ke klinik PKBI setelah diperiksa ada yang terkena Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV AIDS.
Hal itu dikarenakan ketidaktahuan remaja mengenai pengetahuan kesehatan reproduksi pada remaja. Selain itu, remaja berisiko karena tekanan teman sebaya, pusat layanan dan informasi kesehatan reproduksi yang minim dan hambatan komunikasi remaja, orang tua dan guru.
"Pengetahuan remaja tentang kesehatan seksual dan reproduksi sangat memprihatinkan, padahal berdasarkan kunjungan pasien yang datang ke klinik kita sebagian besar adalah remaja dan sudah aktif melakukan hubungan seksual," katanya.
Ia mengatakan, bila kondisi itu terus dibiarkan, maka akan lebih banyak lagi remaja yang melakukan hubungan seksual sejak dini. Dampaknya, angka penyakit infeksi menular seksual (IMS), HIV AIDS akan semakin tinggi, angka produktivitas dan kesehatan ibu dan anak menurun.
"Selain itu yang jelas, kalau usia remaja (10-24) terlalu dini melakukan hubungan seksual, ketika hamil muda maka reproduksinya tidak bagus. Bukan hanya itu, psikisnya juga akan ikut berdampak buruk," katanya.
Untuk itu lanjutnya, selain peran orangtua dan pemerintah, instansi pendidikan, media dan lembaga terkait harus lebih maksimal memberi pengetahuan yang tepat tentang kesehatan seksual dan reproduksi.
Artinya remaja putri perlu diberikan informasi mengenai anatomi alat reproduksi fungsi, cara perawatan dan pencegahan terhadap infeksi sel reproduksi. Selain itu mereka juga perlu tahu soal dorongan seksual, pelecehan seksual, tindakan asertif, mengelola dan memanfaatkan dampak positif kemajuan tekhnologi dan pengembangan diri.
Menurut dia, peran pemerintah yang harus dilakukan yakni, membuat regulasi yang mengharuskaninformasikan kesehatan reproduksi dimasukkan dalam kurikuler, mengembangkan kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dalam ekstra kulikuler dan mengoptimalisasi peran media atau tekhnologi.
"Sedangkan, peran sekolah bisa mengaktifkan bimbingan dan konseling, mengembangkan kegiatan ekstra kurikuler dan bermitra dengan LSM atau lembaga profesi lainnya. Peran guru bisa mengiring remaja untuk mengenal dan menerima diri, membangun kepercayaan dan membuka diri serta mengembangkan program yang young oriented," katanya.(ken/ant)
0 komentar:
Posting Komentar