Jumat, 25 April 2014

HIV, Seks dan Kita

Memasuki usia 20 tahun, Laila bukan nama sebenarnyatelah menanggung beban hidup teramat berat. Virus HIV telah merenggut nyawa suami dan buah hatinya. Tubuh perempuan malang ini pun digerogoti virus ganas itu , sehingga terpaksa berhenti bekerja.
Cerita nestapa yang dirajutnya berawal ketika ia memutuskan menerima pinangan kekasihnya yang kecanduan narkotika, psikotropika dan zat adiktif (napza). Harapannya, dengan membina rumah tangga, kebiasaan buruk itu bisa berhenti sesuai janji yang diucapkan kekasihnya.
Beberapa bulan setelah menikah, Laila pun mengandung. Di tengah sukacita menyambut kehadiran si kecil, suaminya yang sehari-hari bekerja di bengkel mobil kembali menggunakan narkoba dengan memakai jarum suntik secara bergantian. Saat suaminya jatuh sakit, perempuan yang bermukim di daerah Cipinang, Jakarta, itu baru mengetahui kalau pasangannya itu telah terinfeksi HIV.
Atas saran dokter, Laila ikut menjalani pemeriksaan HIV dan ternyata juga positif HIV yang ditularkan oleh suaminya. Belum cukup derita yang dialaminya, anak lelakinya juga tertular virus mematikan itu. Ia pun dikucilkan oleh kerabat dan tetangganya yang takut tertular. Sekian lama S aya tidak bisa menerima kenyataan itu. Rasa sedih dan menyesal campur jadi satu , tuturnya.
Daya tahan tubuh suaminya memburuk dan mengalami komplikasi sejumlah penyakit seperti diare, demam, nyaris hilang ingatan, dan tuberkulosis. Setelah beberapa pekan dirawat di rumah sakit, suami dari Laila menghembuskan napas terakhir. Anak lelakinya juga meninggal saat menginjak usia tiga tahun akibat infeksi oportunistik yaitu tuberkulosis paru.
Laila adalah satu di antara sekian banyak perempuan yang tertular HIV dari suami atau pasangannya lewat hubungan seksual tanpa memakai alat kesehatan seperti kondom. Selain bertahan hidup dengan terus mengonsumsi obat-obatan antiretroviral , para perempuan malang itu harus menghidupi dan menanggung beban pengobatan bayi mereka yang tertular HIV dengan komplikasi penyakit infeksi . Mereka juga mengalami diskriminasi dari lingkungan sekitar.  
Penularan lewat hubungan seksual
Sebanyak 46,2 persen dari total kasus penularan HIV terjadi melalui hubungan seksual, khususnya heteroseksual, kata Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional Nafsiah Mboi. Penularan virus HIV ju ga terjadi karena penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif atau napza melalui penggunaan jarum suntik tidak steril secara bergantian yang proporsinya mencapai 49,1 persen dari total jumlah kasus.
Menurut Departemen Kesehatan, per Juni 2008 jumlah orang terinfeksi HIV dilaporkan tersebar di 195 kabupaten/kota di 32 provinsi Indonesia. Kasus terbanyak ditemukan di lima provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Papua dan Bali. Secara kumulatif, per Juni 2008, jumlah ODHA tercatat 18.963 orang, terdiri dari 6.277 orang terinfeksi HIV dan 12.686 orang dengan AIDS. Pada tahun 2006, diperkirakan jumlah ODHA di Indonesia mencapai 169.230-216.820 orang.
Saat ini, data Badan PBB untuk Penanggulangan AIDS (UNAIDS) menyebutkan, Indonesia termasuk neg ara dengan epidemi HIV terkonsentrasi, di mana pada sub-populasi tertentu prevalensinya sudah lima persen atau lebih. Di Indonesia, tidak ada provinsi yang bebas dari HIV dan AIDS. Bahkan Provinsi Papua dan Papua Barat tergolong daerah dengan epidemi pada populasi umum level rendah, di mana dalam masyarakat umum, orang yang terinfeksi HIV lebih dari satu persen, kata Country Coordinator UNAIDS Nancy Fee.
Langkah terbaik untuk meghindari HIV dan penyakit infeksi menular seksual lain, serta kehamilan yang tidak diinginkan adalah, pantang berhubungan seks sebelum menikah dan saling setia dengan pasangan. Namun, pada setiap hubungan seksual yang berisiko penularan IMS dan HIV, penggunaan kondom merupakan perilaku bertanggung jawab, ujar Nafsiah Mboi.
Menggunakan kondom adalah salah satu alat memelihara kesehatan reproduksi, baik sebagai alat kontrasepsi maupun pencegahan penularan HIV, kata Sekretaris Umum Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sudibyo Alimoeso menegaskan. Saat ini jumlah orang yang rawan tertular HIV diperkirakan 193.000 orang yaitu para pengguna narkoba suntik, pelanggan pekerja seks komersial, pekerja seks, waria dan pelanggan waria. Itu belum termasuk istri atau pasangan dari mereka yang berperilaku berisiko.
Namun, hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menunjukkan rendahnya tingkat penggunaan kondom secara nasional yaitu hanya 1,5 persen dari total jumlah akseptor KB. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang cara mengurangi r isiko tertular HIV dengan kondom, dan adanya sejumlah mitos mengenai kondom di antaranya memiliki pori, tidak efektif, mudah robek, dan mutu jelek.
Hal ini diperparah oleh adanya stigmatisasi kondom dan AIDS yaitu tabu, biasa dipakai oleh homoseks, identik dengan berganti pasangan, dan oleh sebagian orang dianggap memperluas pelacuran atau perzinahan, ujar Sudibyo. Polemik itu menyebabkan kampanye pencegahan penularan HIV dan penyakit IMS lain dengan berhubungan seks secara aman tidak berjalan baik.  
Padahal, ada beberapa kelebihan pemakaian kondom dibanding alat kontrasepsi lainnya yaitu tidak perlu memakai resep, murah, mudah didapat, mudah dipakai, efek samping sedikit, mencegah penularan infeksi menular seksual . Sejumlah penelitian juga telah membuktikan efektivitas alat kesehatan itu, kata Sudibyo menambahkan. Penggunaan kondom juga memperpanjang ejakulasi dan mencegah kehamilan tidak diinginkan.
Maka dari itu, kesadaran akan pentingnya penggunaan kondom di Indonesia perlu ditingkatkan dengan melibatkan unsur pemerintah, s wasta dan yayasan nirlaba. Sosialisasi kepada keluarga dan remaja difokuskan pada pencegahan dengan tidak berhubungan seksual sebelum menikah, setia pada pasangan, dan tidak memakai narkoba. Tapi jika seseorang berperilaku berisiko, cegah penularan dengan memakai kondom, ujar Nafsiah.
Terkait hal itu, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia Tarmizi Taher menyatakan , kelompok agama berperan besar dalam memberi pemahaman yang benar tentang perilaku untuk mencegah kehamilan yang tidak direncanakan dan IMS termasuk HIV/AIDS. Pemuka agama harus bisa memberi pemahaman bahwa alat kesehatan seperti kondom justru dapat menyelamatkan jiwa, ujar mantan Menteri Agama RI ini.
Ancaman ledakan kasus HIV telah di depan mata. Semakin kita menutup mata terhadap masalah itu, upaya pencegahan penularan virus itu akan kian sulit dilakukan. Ketika stigmatisasi pada ODHA dan alat kesehatan seperti kondom terus berlangsung, diam-diam epidemi HIV telah merambah ke populasi umum. Dan makin banyak perempuan , termasuk para ibu rumah tangga, bernasib seperti Laila.

0 komentar:

Posting Komentar